Pertambangan Ramah lingkungan

SECARA umum Ilmu Teknik Pertambangan merupakan disiplin kerekayasaan yang melibatkan praktik, teori, Ilmu Alam, teknologi dan terapannya dalam usaha mengambil dan memeroses sumber daya alam (SDA) bagi kesejahteraan manusia. Disiplin ilmu pertambangan ini, secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua kegiatan yang berbeda, yakni aktivitas eksplorasi dan aktivitas eksploitasi. Kegiatan eksplorasi berhubungan dengan cara-cara menemukan dan menganalisis kelayakan tambang. Sedangkan aktivitas eksploitasi adalah tahap lanjutan setelah sumber daya pertambangan dinilai layak secara ekonomis dan lingkungan untuk dimanfaatkan. Kegiatan ini meliputi penentuan teknik penggalian, perencanaan, pengolahan dan pengontrolannya. Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Misalnya dalam Pasal 102 UU Minerba ini yang mengamanatkan bahwa: “Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumberdaya mineral dan/atau batubara pelaksanaan penambangan, pengelolaan, dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.”Atau dalam Pasal 103 ayat (1) UU Minerba tersebut juga tertulis bahwa: “Pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengelolaan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.” Pasal 170 UU yang sama menambahkan bahwa: “Pemegang Kontrak Karya sebagaimana dimaksud Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.” Sangat dipahami bahwa mengolah bahan-bahan tambang seperti mineral, batubara, dan batuan di dalam negeri akan memberikan nilai tambah bagi percepatan kemajuan bangsa dan negara. Karena dengan adanya industri pengolahan di dalam negeri seperti industri peleburan logam (smelter), industri mineral dan industri pengolahan peningkatan kualitas batubara (upgrading brown coal) akan dapat menciptakan begitu banyak lapangan kerja, objek pajak baru, dan berkurangnya ketergantungan industri di dalam negeri terhadap bahan-bahan impor. Sehingga ketahanan ekonomi nasional secara keseluruhan akan meningkat. Tetapi perlu diwaspadai bahwa pendirian industri-industri itu akan berimplikasi pada lingkungan. Hal ini perlu dipertimbangkan secara matang khususnya bagi Aceh, jangan hanya mengejar target pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) semata dengan mengorbankan lingkungan yang rusak dan mewariskan persoalan bagi anak cucu kita. Sebuah studi pada 2005 di Australia menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 milyar ton gas polutan udara bersumber dari industri-industri pengolahan logam saja. Sehingga, isu peningkatan nilai tambah sektor pertambangan itu dengan secara tidak langsung akan memicu munculnya sumber-sumber pencemar baru. Ditambah pula, data dari Departemen Kehutanan Indonesia 2009 memperlihatkan bahwa luas areal konsesi usaha pertambangan di lahan hutan mencapai 2 juta hektare. Dengan demikian, kawasan hutan yang diharapkan akan mampu meredam laju polusi semakin mengecil. Kebijakan dan fakta tersebut diatas jika tidak diikuti dengan upaya-upaya menyeluruh dari berbagai kalangan termasuk tanggung jawab institusi perguruan tinggi akan berakibat fatal dalam jangka panjang. Bagi Aceh sebagai wilayah yang operasi pertambangan belum berkembang perlu mengantisipasi persoalan ini sedini mungkin. Sehingga sudah saatnya, Aceh perlu mendirikan Program Studi (Prodi) Ilmu Rekayasa Pertambangan yang berbasis ramah lingkungan (green mining). Konstelasi keilmuan yang diharapkan akan terbentuk dalam program studi tersebut adalah penguasaan secara komprehensif berbagai aspek dan teknik kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan masa kini, termasuk implikasi kegiatan-kegiatan pertambangan itu terhadap lingkungan sekitarnya. Pertambangan berbasis ramah lingkungan (green mining) adalah pertambangan yang dengan teknologi dan ilmu rekayasanya dapat menekan sekecil mungkin polusi udara, tanah dan air, dan juga limbah beracun di mana operasi pertambangan itu sendiri, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga para pekerjanya selalu dalam keadaan yang aman. Green mining juga mensyaratkan pertanggungjawaban moral dari pemerintah dan dunia industri, sehingga operasi pertambangan yang aman dan ramah lingkungan dapat tercapai. Pentingnya pengembangan Program Studi Teknik Pertambangan di Aceh dikarenakan masih sedikitnya sumber daya manusia (SDM) putra-putri Aceh untuk mengembangkan industri migas dan mineral di Aceh, sementara ketersediaan mineral dan migas masih sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. Meskipun saat ini ada beberapa tempat areal pertambangan yang sudah mendapatkan IUP dan WK migas, tetapi sangat jarang ditemukan profesional putra-putri Aceh di bidang pertambangan dan perminyakan bekerja pada perusahaan tersebut. Kita dapat berharap dengan keterlibatan SDM unggul asal Aceh dalam perusahaan-perusahaan tersebut akan memberi kontribusi terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih ramah lingkungan, karena ikatan emosional yang lebih kuat baik secara geografis, etnis, dan budaya dengan tanah Aceh akan melahirkan kepedulian yang lebih besar untuk selalu menjaga dan memelihara tanah endatu mereka. Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2014/01/28/pertambangan-ramah-lingkungan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar